cw // deep kiss , 1,1k words , throwback
Akhirnya. Akhirnya. Akhirnya.
Setelah kurang lebih seminggu Aether—yang masih di tubuh Xiao, bisa menginjakkan kakinya di Mondstadt. Yah, walaupun harus berurusan dengan Hu Tao si gadis enerjik yang sedikit iseng, dengan bantuan Chongyun atau kerap dipanggil Achong, ia berhasil kabur sesuai saran Xiao.
Mereka bingung sepertinya, sebab Xiao semingguan ini tampak out of character. Tapi yah, bukan salah dia juga sih. Salah Xiao juga karena menciumnya. Ugh, kepalanya pusing mengingat kejadian seminggu lalu jadinya.
Kepala hijaunya celingak-celinguk, netra amber milik Xiao menangkap sosok dirinya yang sedang berjalan pelan menggunakan jaket hitam dengan kaus band ONE OK ROCK hitam milik Lumine, dengan celana krem pendek selutut. Aether melihatnya menganga. Apalagi ketika rambutnya diikat asal-asalan hingga membentuk ponytail berantakan. Seperti berandalan.
“Itu kan baju Lumine!” seru Aether. Ia bingung, Lumine biasanya sangat protektif terhadap barang-barangnya. Tapi kok...
“Oh? Adikmu nggak ada di apart, by the way. Dari kemarin lusa dia menginap di rumah Yun Jin. Nanti balik sorean, katanya.”
Oh. Pantas. Hampir saja ia memukul Xiao.
“Oke, jadi kegiatan hari ini kita ke apart, terus mulai ‘itu’?”
“Mulai apa?” Xiao—Aether menaikkan alisnya. Astaga, sekali lagi ia melihatnya menganga. Ternyata dia bisa semenyebalkan ini.
UGH. “Ciuman. Biar tubuh kita balik ke semula.”
Xiao (Aether) menghela napasnya, kemudian tersenyum. “Iya, yuk.”


Oke, komandan. Stage satu telah selesai.
Xiao memegang dadanya yang berdebar tidak karuan. Sebentar lagi dia dan Aether akan ciuman. Yah, walaupun untuk mengembalikan tubuh mereka masing-masing sih. Tetapi tetap saja, di satu sisi akan awkward karena ia berasa mencium dirinya sendiri dan di satu sisi, ia akan mencium Aether.
Aether, cuy. Setelah semingguan lebih di tubuh Aether (walaupun ia masih belum terbiasa karena tubuh ini gampang lelah) ia mengetahui satu hal; Aether memiliki tubuh yang ramping dan kecil. Gila. Xiao saja yang melihatnya dalam tubuh Aether rasanya ingin menganga terus.
Oke, back to topic. Jujur deh, sehabis ini Xiao rasanya ingin langsung menggebet Aether. Kalo kata Hu Tao, Aether ‘tuh tipe idamannya. Ia memukul kepala pirangnya pelan, sebab mengingat sesuatu hal yang sangat urgent!
‘Semoga Aether nggak tau gue wota, anjir!’








Musik tahun baru disetel keras-keras. Ajax, si empunya rumah, sedang bersender di sofa biru keluarganya. Melihat itu Aether beranjak pergi menuju dapur, mengambil segelas sampanye—meneguknya sampai habis, kemudian menengok ke sampingnya. Terlihat pria berambut raven sedang menelungkupkan tangannya.
“Hey, are you up?” tanya Aether, ia meneguk lagi gelas sampanye di tangannya. Uh Oh, ini gelas ketiganya.
“Yeah, gue agak tipsy. Tapi nggak apa-apa,” jawabnya. “Gue, Sho.”
Gelas keempat ia teguk, “Aeth. Jadi, what’s your new year resolution, Sho?” tanyanya.
“Gue mau punya pacar, and i want to kiss someone on new year's eve, lo?” racaunya, ia menumpu kepalanya dengan satu tangan. Mata ambernya menyayu, dan ia tersenyum miring.
“So do I,” satu tegukkan terakhir, artinya gelas kelima sudah ia habiskan, Aether cukup mabuk sekarang. “Sho, want to try to kiss... me?”
“Kenapa enggak?”
Aether menghembuskan napasnya pelan, memposisikan dirinya di depan Xiao yang duduk di meja pantry. Dicapitnya wajah Xiao dengan tangan mungilnya. Tangan Xiao berpindah menuju pinggangnya. “Belum tahun baru, ‘kan?” tanya Xiao.
“Mau pindah tempat?”
Xiao mengangguk, dan langsung menyeret Aether pergi menuju sofa panjang di depan ruang keluarga, disebelah pohon natal diatas mistletoe hijau-emas aneh tepatnya, tak lupa memberikan ciuman-ciuman kecil di rahang Aether yang direspons cekikik pelan oleh si surai emas.
Aether duduk di samping Xiao, ia menggenggam tangan Xiao. Musik sudah dikecilkan sebab mereka ingin menghitung mundur dan meneriakkan, ‘HAPPY NEW YEAR!’
“Tiga!”
“Dua!”
“Satu!”
“HAPPY NEW YEAR!”
Serentak saat mereka meneriakkan kalimat itu, bibir mereka menyatu. Saling melumat satu sama lain hingga terdengar decakan dan erangan Aether. Keadaan di rumah Childe hening sesaat melihat Xiao dan Aether—sangat passionate, hingga terputus oleh satu teriakan Hu Tao yang memekik dan Xiao yang ambruk.
“XIAOO!”









Oh, begitu ceritanya.
Xiao menepok jidatnya sembari melirik Aether yang sedang menyembunyikan telinganya dengan kedua tangannya. Archons. Ia tidak menyangka, ia benar-benar menjadi bintang utama saat party Childe seminggu yang lalu...
Bagaimana bisa ia melakukan hal yang sangat passionate dengan sekali percobaan? Butuh lebih dari sekali percobaan untuk mendapatkan ciuman yang begitu...
Aether menempelkan sidik jarinya ke gagang pintu otomatis yang tentu saja, terespons dengan warna merah dan “TRY AGAIN” sebagai tulisan yang mendukungnya.
Duh, inget lo masih di tubuh gue, Aether.
Akhirnya Xiao membuka pintu apartemennya, diikuti Aether yang membisu. Mungkin karena sama-sama ingat kejadian seminggu yang lalu?
Aether duduk di sofa apartemennya. Xiao mengikutinya, ia berdiri di depan Aether. Sebenarnya ia kesal juga, selera baju yang dipakai Aether cukup... aneh—menurutnya. Ia seperti tidak melihat dirinya yang biasanya.
Ia memakai kemeja kotak-kotak ungu-biru muda pemberian Xingqiu saat ulang tahunnya tahun lalu yang tidak dikancing, dengan kaus putih bergambar “elmo” pemberian Hu Tao yang tidak pernah ia pakai karena bentuknya merah dan aneh. Lengkap dengan jeans biru muda yang robek di kedua lututnya. Tidak ada hitam.
Baiklah.
Xiao lalu melompat di hadapan Aether. Posisinya Xiao duduk menyila berhadapan dengan Aether yang duduk bersimpuh. “Are you ready?” tanya Xiao.
“Siap nggak siap harus siap.”
Oke. Xiao kemudian memajukan tubuhnya pelan ia menutup matanya, hingga dahi mereka bersentuhan, Aether memegang pundak Xiao, kemudian menyentaknya. Xiao kaget dan membuka matanya. Tangan Aether masih di pundaknya.
“Gue! Gue ga bisa, kayak cium diri sendiri... Awkward!” sentak Aether, telinganya memerah diantara rambut ravennya. “Sorry,” tambahnya.
Xiao menghela napasnya. “Anggep aja self-love, cium diri sendiri. Atau enggak, tutup mata aja dari sekarang.”
Aether tergagap, “O-oke! Gue tutup mata,” ia menutup matanya.
Kali ini setelah dahi mereka bersentuhan, Xiao berbisik, “Relax, bayangin kalo gue itu Leornado Dicaprio,” Xiao menutup matanya, kedua tangannya bergerak mencapit wajahnya—Aether, dan mulai mendekatkan bibir mereka hingga menyatu.
Malu-malu pada awalnya, hingga akhirnya Xiao melumat bibir Aether yang diikuti Aether melumatnya juga. Tak lama kemudian, kedua tangan Aether pindah dari pundak Xiao hingga naik—memeluk leher Xiao, menekan agar ciuman mereka semakin dalam. Xiao mendorong tubuh Aether hingga Aether terlentang dibawahnya. Aether mengerang, ia melepaskan kunciran ponytail yang tadi membuatnya tidak nyaman, kemudian kedua tangannya menangkap leher Xiao kembali. Sampai-sampai...

‘Kemarin ‘kan ciumannya pas mabuk, kalo sekarang tetep bisa tukeran nggak ya?’

Xiao kemudian melepas ciumannya, membuat benang-benang saliva diantara jarak mereka, mata ambernya melihat Aether dibawahnya dengan tangan (masih) di lehernya, rambut emasnya sudah cukup berantakan di sisi sofa. Dadanya naik turun dengan cepat, menghirup udara dengan rakus. Oh? Sudah berganti.

‘Oh Archons, nggak perlu minum sampanye, ciuman Aether cukup membuatnya mabuk.’

“Aeth, If I catch you...” Ucap Xiao, ia benar-benar gila sekarang.
Aether tersenyum diantara jarak yang kian mendekat, “You caught me, what's next?”
“We kissed.”
Tak lama kemudian bibir mereka menyatu kembali. Kali ini ciuman ketiga mereka berdua, saling menyelam dalam ciuman masing-masing, tangan yang semakin bergerak liar hingga Aether yang jatuh dari sofa dengan tangan Xiao yang sudah siap mengcover kepalanya, decakan demi decakan terpicu karena mereka berdua yang—
—Diakhiri dengan lemparan sandal Lumine yang tepat mengenai kepala Xiao. Yah, dia emang anak basket. Keduanya menegok kesamping, terlihat Lumine yang memerah menganga, Yun Jin yang mematung membawa belanjaan mereka, Venti yang menutup mulut dengan satu tangannya—menyembunyikan kekehannya… dan Hu Tao.
“Kan, gue bilang. Bakal kebablasan,” sahut Venti, sesekali terkekeh.
Oh My Archons, this is bad.
© sha — @captainseijo 2022