fallingforyou

cw / ooc , full of xiae pcrn !!

Xiao merapikan buku-bukunya. Tangan kanannya mengangkat, menunjukan jam setengah tiga sore, belum ada tanda-tanda Aether—pacarnya di depan kelasnya. Ia meregangkan tangannya sejenak, dadanya berdebar kembali mengingat hari ini, setelah drama per-sender-senderan aneh bin ajaib, yang ternyata sender Langitnya adalah crush-nya sendiri aka Aether.

Yah, jodoh kan emang nggak kemana.

“Jadi, lo sama abang gue sekarang?”

Xiao menegok, Lumine duduk di depan kursi mejanya sambil menggenggam sapu, ‘ah hari ini jadwal dia piket’ pikirnya. Xiao hanya menggangguk pelan, “Kenapa?” tanyanya.

Duh, calon adik ipar. Tenang, jantung.

Lumine di depannya hanya melipat tangannya, kedua manik emas senada dengan Aether-nya menyipit, kemudian menghela napasnya. “Jangan buat abang gue sakit hati, good luck buat ngedatenya hari ini ya,” ujarnya. Gadis itu tersenyum, kemudian berdiri dan menepuk pundak Xiao yang mematung. Lumine berjinjit kemudian berbisik, “Kalo lo buat abang gue sedih—” jari telunjuknya bergerak menggambarkan isyarat mengiris leher. “Janji, ya?”

“Janji,” jawab Xiao yang direspon oleh dengusan Lumine.

Lagipula... Dirinya tidak akan mungkin membuat Aether-nya sedih, kan? Iya kan?


‘Kalo gue mau pegangan tangan pas jalan di mall, kira-kira Xiao nyaman nggak ya?’

Kata-kata itu terngiang dalam kepala Aether. Walaupun sudah resmi menjadi pacar Xiao, tetap saja meminta hal yang normal seperti itu saja membuat dadanya sesak—maksudnya, belum terbiasa.

Rasanya seperti mimpi.

“Aether?”

Lamunan Aether dihentikan sejenak, sebab Xiao yang mengenakan hoodie abu-abu—menyembunyikan seragam putih sekolah didepannya memanggil dengan tangan terlipat, manik amber-nya terlihat khawatir.

“Hm?”

“Mikirin apa, sih?”

Yang ditanya, hanya tersenyum malu-malu, kemudian Aether memberikan tangannya kepada Xiao. Xiao mendengus pelan kemudian menautkan jemarinya dengan jemari Aether, sesekali jempol Xiao mengusap pelan dengan respon kekehan Aether.

Untuk setiap waktu yang mereka habiskan bersama, jatuh cinta berkali-kali kepada Xiao adalah hal yang tak terhindarkan.

“Ae, liat deh.”

Kadang ia tidak menyangka, Xiao yang itu, anggota paskib yang rumornya galak, bisa semanis ini. Dalam artian, jika ia tertawa, matanya menyipit—Aether melihatnya seperti kucing. Kalau merajuk, bibirnya cemberut. Kalau malu, telinganya memerah. “Kamu mau beli couple keychain?” tanya Aether.

Cringe, ya?”

“Nggak kok, lucu!”

Kejadian selanjutnya adalah Aether mengambil salah satu bagian pasang keychain dari tangan Xiao, mengangkatnya sampai sejajar dengan matanya, “Ini mah, selera kamu banget, hahaha..” kata Aether, tertawa. Xiao mendengus, telinganya memerah, kemudian meminta keychain itu agar segera ia bayar.

Xiao, Aether, dan bumi gonjang-ganjing.

Aether mengembangkan senyum selebar mungkin ketika Xiao merangkul tangannya pada pundaknya. Ketika Xiao menawarkan untuk mengantar Aether pulang dari kencannya hari ini, alih-alih pulang kerumah, mereka singgah sebentar pada taman dekat rumah Aether yang kebetulan sepi. Jemari Aether menyentuh couple keychain yang jujur sedikit konyol tetapi lucu, Aether langsung memasangnya pada ransel sekolahnya. Biar semangat sekolah!

Sempat Aether berpikir bahwa; jika ia confess duluan—tidak bersembunyi di dalam permainan dan drama surat menyurat sender Langit, apakah semuanya akan sama seperti ini? Apa Xiao akan menerimanya, ataukah ia akan menolaknya?

Tapi sebaiknya, pemikiran itu harus dikubur dalam-dalam ‘kan?

Aether menyenderkan kepala emasnya kedalam lekuk leher Xiao yang tengah merangkulnya. Jemari Xiao berpindah mengusap kepala Aether, pelan. Aether memejamkan matanya.

Pada momen kala itu, hanya mereka berdua, yang terus disana hingga malam menghampiri.


© sha — @captainseijo 2022