Private Class?

Xiao melihat pantulan dirinya di dalam cermin. Melipat tangannya dan menghela napas, “terlalu berlebihan,” gumamnya. Kemudian ia mencari lagi baju yang cocok yang akan ia gunakan pada pottery private class bersama Aether. Matanya tertuju pada kaos hitam The 1975 kesayangannya. Tanpa berpikir panjang, ia langsung mengganti kemeja hitam yang ia kenakan dengan kaos tadi.

Selesai mengganti, Xiao langsung turun ke lantai bawah untuk mengambil sekotak susu di kulkas dan langsung meneguknya. Ia berpikir sejenak, pikirannya berselancar kemana-mana akibat sebuah pesan singkat yang dikirim oleh Aether—sederhana, tetapi cukup membuatnya tidak bisa tidur semalaman. Tidak bisa dipungkiri bahwa sejujurnya Aether adalah tipe idealnya.

Tetapi apakah secepat ini?

Ia mengingat tujuan awalnya melarikan diri ke Springvale untuk healing—dan melupakan, bukan mencari yang baru.

Xiao… belum siap menerima orang baru di hidupnya.

Memikirkan itu, ia meremas kotak susu di tangannya dan melemparkan kotak malang tersebut ke tempat sampah.

Tak lama kemudian terdengar suara kenop pintu terbuka, terlihat sosok laki-laki yang mengenakan overall putih dengan kaus bewarna kuning terang yang langsung bisa Xiao kenali—Aether. “Ready for your first first pottery class?” tanya Aether sambil tersenyum lebar sampai-sampai mata bulatnya menyipit.

Ah, bagaimana Xiao tidak jatuh hati.


“Sorry, Gue ngerepotin lo banget,” kata Xiao yang sedari tadi gagal membuat base gelas yang kokoh, tangannya (masih) mencari cara agar gelas yang ia buat sesuai dengan bentuk yang ia inginkan. Aether yang melihat tingkah newbie Xiao langsung mendengus, “Kenapa sih ada orang yang selalu minta maaf atas kesalahan yang nggak mereka lakukan?” kata Aether—kata-kata yang menohok Xiao. “I mean, selama kamu disini, selama kamu berada disampingku, kamu boleh minta tolong ke aku. Itu hak kamu.” Kata Aether sambil menggeser kursi dari tempatnya sehingga mereka berhadapan langsung ditengah-tengah pottery wheel.

“Ehm—maksudnya untuk pottery class.” Ralatnya kembali, Aether memalingkan wajahnya, tetapi tidak dengan telinganya yang memerah sepeerti kepiting rebus. “Uh, izin?” Gerakan tangannya menunjuk ke tangan Xiao yang langsung dipahami oleh si pemilik tangan, “Silahkan.” Setelah mendengar izin dari si pemilik, Aether langsung menyentuh gelas pottery Xiao, tanpa sadar, jemari-jemari mereka bersentuhan dengan tidak sengaja yang menciptakan sengatan kecil dari kedua belah pihak. “Ngomong-ngomong, aku baru tahu kalau kamu Xiao-yang-itu,” kata Aether, alih-alih mencairkan suasana yang sedari tadi awkward—entah karena apa tetapi memang atmosfir studio hari ini tampak lebih berat daripada biasanya.

Xiao diam sejenak, “Yeah, it’s inevitable, but I am.

“Kenapa… Springvale?” Kata Aether, ia mendongakkan kepalanya sehingga netra emasnya bertatapan langsung dengan netra amber milih Xiao, dengan dada yang berdebar-debar pula.

Terdapat jeda yang cukup panjang akibat pertanyaan Aether. Kali ini mereka hanya bertatapan, saling mencari jawaban pada netra masing-masing yang kemudian diputus oleh suara dering ponsel Xiao.

Si pemilik ponsel, Xiao, kemudian langsung buru-buru mengambil ponselnya di saku kiri celananya, melirik Aether sejenak kemudian meminta maaf singkat dan berjalan keluar studio—meninggalkan Aether tanpa jawaban.


© sha — @sorascent 2021