Kisses Before Good Byes

Aether berjalan pelan kearah parkiran Wangshuu Hotel, surai emasnya menengok ke kanan dan ke kiri, mencari mobil SUV hitam milik Xiao yang terparkir sesuai dengan pesan yang dikirimkan Xiao tadi. Benar saja, terlihat Xiao dengan jaket hitam yang ia pakai selama konser tadi. Tanpa menunggu lama, Aether langsung bergegas menuju Xiao yang melambaikan tangan kearahnya. Ia membukakan pintu untuk Aether, mempersilahkannya masuk.

Kemudian setelah keduanya berada di dalam mobil, yang terjadi hanyalah keheningan. Entah kenapa dari mereka berdua tidak ada yang ingin bersuara, dua-duanya larut dalam pemikiran mereka masing-masing. “Ke Stasiun?” tanya Xiao sambil menyalakan mobilnya, menuju pintu keluar Wangshuu Hotel.

Aether terlalu larut dalam pemikirannya. Kata-kata Xiao pra-konser membuatnya berpikir lebih, apalagi saat berada dalam konser. Kepalanya berpikir; Xiao dan panggung. Sayang jika dipisahkan, kepalanya berputar kata tapi, tapi, tapi. Tangannya mengepal dan ia menutup matanya, berusaha menahan perasaannya yang meledak-ledak.

He wants to, but he's scared.

“Ae? Lo gapapa?” tanya Xiao, ia mengenggam tangan Aether yang mengepal kuat. Aether membuka matanya. Didepannya terlihat lampu merah, ia menoleh ke arah Xiao sebelum akhirnya ia menghela napas. “Ah, maaf. Aku terlalu memikirkan bagaimana sebaiknya hubungan kita selanjutnya.”

Mata Xiao terbelalak, ia menatap Aether kemudian mengalihkannya—karena lampu sudah berganti menjadi hijau. Tangannya berkeringat, Nampak tidak percaya bahwa Aether lah yang duluan menanyakan kejelasan hubungan mereka, karena jika sudah sejauh ini, dengan perasaan yang sama—bahkan tumbuh besar, akan sayang sekali jika tidak memiliki status, bukan?

“Gue pun bertanya-tanya. Sebenernya kita apa, Aether?” tanya Xiao sambil mengemudi, netra ambernya sesekali melirik ke arah lawan bicaranya yang dijawab gelengan kepala. Tidak ingin memikirkan itu, jemari Aether bergerak menuju dashboard, iseng memencet tombol radio.

I think I'm falling, I'm falling for you

On this night, and in this light

Hanya ada musik The 1975 berjudul fallingforyou ditengah keheningan mereka, bersama kemerlap langit malam, dengan pikiran yang beradu ditambah dengan debaran jantung keduanya yang kian bertambah.


11.00 PM, Stasiun Liyue.

“Aether,” Xiao menghela napasnya, “Kita… apa?” tanyanya sekali lagi. Xiao bersandar pada kursi mobilnya, ia sendiri bingung, Aether tidak seperti ini saat ia jemput tadi pagi. Aether mengigit bibirnya, ia menyisipkan anak rambutnya kearah belakang telinganya. “Aku… udah tau kamu mau bilang itu kan ke aku? Tapi aku ragu. Setelah lihat bahagianya kamu berada diatas panggung, nggak semestinya aku menginterupsi.”

Oh.

Oh?

“Aether,” kali ini Xiao menoleh ke arah sampingnya, yang mau tak mau Aether juga menoleh ke lawan bicaranya. “Kalo itu yang buat kamu ragu, gue rasa itu bisa dibicarain baik-baik,” lanjutnya. “Don’t you trust me?

“Mmhmm, I do.

So, what makes you hesitate?

“Hari pertama jadian, udah LDR. Nggak suka jauh-jauh,” ia mendengus. Tangannya menutup mulutnya, mencoba memblokir senyumnya, “Anyways, aku emang ragu, tapi kalo kata kamu semuanya bisa dibicarain baik-baik, aku jadi tenang. Well? What can I do while dating superstar?

Xiao mendengus mendengarnya, dan ketika kedua jemari Xiao bergerak menuju pipi Aether—merengkuhnya, Aether diam. Sampai-sampai wajah mereka yang makin berdekatan hingga dapat menyentuh pucuk hidung satu sama lain, Xiao berbisik, “Just stay here and being my warmest home to me.

Aether tidak tahan ingin tersenyum mendengarnya, kemudian ia melingkarkan tangannya ke leher Xiao, “I want it vice-versa,” dan mendekatkan wajahnya, mendaratkan ciuman di bibir Xiao—his boyfriend.

Begitu lembut, hangat, dan manis.

“Harusnya aku yang cium kamu duluan,” protesnya. Wajahnya mengerut, bibirnya cemberut, tangannya pindah dari pipi menuju lengan Aether. ‘Manis sekali’ pikir Aether. “Jangan lama-lama, keretaku berangkat jam dua belas malam.”

Xiao mengecek jam tangan di tangan kirinya, “Masih ada empat puluh lima menit lagi. I think fifteen minutes cukup buat bales kamu,” tantangnya. Ia mulai mendekatkan wajahnya dan mendaratkan banyak kecupan di wajah Aether. “Xiao—ugh! I think I actually hate you now.

“Ah, I’m going to pretend I didn’t hear that,” ucapnya sambil mendekap Aether. Lelaki dipelukannya hanya mendengus kesal, Xiao pun terkekeh.

Didalam dekapan, dibawah gelapnya malam, mereka berdua paham.

Because you’re my warmest home to me.

Tempatnya berpulang,

Always.

-fin.


note: see you in bonus chapter!!

© sha — @captainseijo 2021